Showing posts with label Self Reminder. Show all posts
Showing posts with label Self Reminder. Show all posts

Clarified

Teringat percakapan beberapa minggu lalu dengan seorang teman yang sedang tertimpa musibah yang bisa dibilang cukup mempengaruhi stabilitas kondisi keluarganya. Sekaligus saya mau klarifikasi beberapa hal yang beredar yang saya dengar dari orang-orang tentang musibah tersebut. Setelah ngobrol-ngobrol, akhirnya saya menarik satu kesimpulan, yang pernah saya alami juga, atau mungkin yang lagi baca ini juga pernah ngalamin :


bahwa terkadang orang lain lebih merasa tau urusan kita daripada kitanya sendiri.


Pernah ngalamin hal kaya gini? Mungkin ada beberapa yang pernah, termasuk saya. Dimana orang lain lebih merasa ngerti kondisi kita ketimbang kitanya sendiri. Dan itu benar-benar menambah kesedihan, karena kita nya sendiri lagi dapat musibah, dan ada segelintir manusia yang merasa berhak menjadi tim penilai dan juru bicara dadakan. Padahal orang yang dapat musibah itu adab nya harusnya dihibur kan ya.


Btw saya bukan nya yang suci2 banget gitu nulis kaya gini, ya karena saya banyak salah juga, jadi pelajaran buat saya supaya lebih ketat lagi dalam menjaga lisan. Mencoba untuk tutup mulut daripada berbicara dalam keadaan ga tau, daripada ngomong berdasarkan katanya si anu. Pun daripada menyebarkan yang ngga2 ngomong aja langsung ke orangnya, klarifikasi, kalo orang nya memang ga mau cerita ya udiiin, berarti itu memang ranah privasi bagi dia. Itu hak orang kan memberi batas pada hal-hal yang dia anggap privasi. Ngapain ikutan rame buka acara Infotainment sendiri :D


Salah satu contohnya pernah saya baca di salah satu instagram Artis Muslimah, gegara dia posting foto dan di foto itu baby nya lagi pake pampers, ada yang komen nyinyir "ibu-ibu sekarang mau nya praktis aja", setdah, padahal bisa jadi itu si Artis mau pergi jalan atau lagi di suatu acara gitu. Tapi ya itu, yang komen merasa lebih tau. Lucu kan.


Saya jadi inget salah satu dialog di film AntiSocial :




Yang lebih menyebalkan adalah aku merasa seperti semua orang mengenalku daripada diriku sendiri. Mereka posting komentar, menilaiku di Social Redroom, sesuatu yang tak seorang pun pernah mengatakan langsung padaku, tapi online, itu sangat mudah. (Sam, AntiSocial)


Selalu Bagi Penghasilanmu Jadi 5 Bagian

Copaste abis-abisan dari sini. Sekedar catatan biar bisa saya baca2 lagi, kali waktu proses pengaplikasian lupa :p Walopun berat terutama bagian sarapan susu + telor hehe... I can't do it Sir :D

Ga semua sih, tapi menurutku ada beberapa ide Li Ka-Shing, pengusaha terkenal dari Hongkong, yang bisa ditiru (dan juga disesuaikan) tentang pengalokasian pendapatan.

Menurut Li, apapun yang terjadi dan tidak peduli berapa pun penghasilanmu — kamu harus membaginya menjadi 5 bagian. Dengan begitu kamu dapat mengatur pengeluaranmu dengan baik.

1. Gunakan bagian pertama untuk biaya hidup sehari-hari

“Pilih makanan yang murah. Untuk sarapan kamu cuma perlu susu dan telur. Makan siang bisa kamu isi dengan menu sederhana dan buah. Memasaklah sendiri untuk makan malam. Menunya cukup dua jenis sayur dan segelas susu sebelum tidur. Selama badanmu masih muda, kamu tidak akan bermasalah dengan pola makan seperti ini”.

yang ini kayanya disesuaikan aja :p hehe

2. Gunakan bagian kedua pendapatan mu untuk biaya sosial

“Perluas pergaulanmu. Ini akan membuat kamu jadi pribadi yang berkembang. Gunakan uang ini untuk biaya telepon dan mentraktir teman. Ingat, teman yang kamu jamu haruslah yang lebih dari kamu. Dia harus punya semangat yang lebih darimu, lebih kaya dari kamu atau punya pengaruh dalam perkembangan karirmu. Dalam setahun, kamu akan punya banyak teman. Dan dikenal sebagai orang yang baik dan pemurah”

kalo bagian "memperluas pergaulan" saya setuju. Tapi bagian belakangnya kaya nya saya ga setuju, waktu saya baca saya kira maksud "biaya sosial" ini sedekah. Pergaulan diutamakan dengan yang orang-orang baik. Kaya kan belum tentu baik :p Tapi mungkin bagian yang baik2 nya yang dicontoh ya. Poin biaya sosial ini cocoknya beramal dengan sedekah. IMHO.

3. Pakai bagian ketiga untuk belajar. Beli buku atau pelatihan

“Karena kamu belum punya banyak uang, kamu harus fokus ke belajar. Sisihkan uang untuk beli buku setiap bulan. Resapi dan pelajari apa yang diajarkan di buku itu. Setelah selesai membaca, tuliskan lagi isi bukunya sesuai dengan pemahamanmu. Jangan ragu-ragu juga untuk mengikuti pelatihan yang bisa meningkatkan kemampuanmu”

kalo pengalokasian ke buku udah, ini mah tinggal pengaplikasiannya aja kali ya :p

4. Bagian ke empat dari penghasilan mu, pakai untuk liburan

“Pergilah berwisata minimal sekali setahun. Tinggal saja di hotel yang murah agar mengemat biaya. Gunakan kesempatan ini untuk mengisi ulang energimu agar kamu tetap bersemangat dalam bekerja”

*langsung cari tiket promo XD

5. Manfaatkan bagian ke lima untuk berinvestasi

“Belajarlah untuk berinvestasi. Masukkan uang ke bank sebagai modal awal. Cara termudah adalah datang ke penjual grosir, lalu cari barang yang bisa kamu jual lagi. Saat kamu sudah bisa menghasilkan uang dari bisnis kecil-kecilan ini, kamu akan bersemangat untuk belajar bisnis lebih banyak lagi”

Kalo bagian ini masih kecil-kecilan, mudah2an segera berkembang dan pesat :D

Masukan2 dari Tuan Li Ka-Shing seputar masalah keuangan (ga semua ku copaste) :

- Jangan belanjakan uang terlalu banyak untuk pakaian

“Tekanlah pengeluaranmu untuk belanja pakaian. Kamu bisa beli semua yang kamu mau saat kamu sudah kaya nanti. Lebih baik gunakan uangmu untuk membeli kado bagi orang-orang terdekat. Jelaskan kepada mereka impian, cita-cita dan apa yang sedang kamu kerjakan untuk mencapainya. Buat mereka paham kenapa kamu sangat berhemat"

punya banyak pakaian juga buat apa ya, malah mubazir. mungkin pertama yang harus saya lakukan adalah meng-hidden akun-akun olshop yang ga kenal di timeline yang juga udah kebanyakan :D

- Kalau setelah setahun gajimu belum juga naik, kamu harusnya malu

“Kalau kamu sudah berjuang selama 1 tahun dan belum juga naik gaji, itu tandanya kamu tidak berkembang sebagai individu."

XD

- Jika gajimu baru naik 15% , kamu harus cari pekerjaan tambahan

“Saat gajimu naik tapi masih sekitar 15%, itu artinya kamu harus mencari pekerjaan tambahan. Cobalah berjualan. Menjadi pedagang memang menantang, tapi kamu akan banyak belajar soal apa yang bisa diterima pasar dan apa yang tidak. Kamu juga akan bertemu orang-orang yang akan berpengaruh bagi karirmu kelak. Hampir semua pengusaha sukses adalah pedagang yang baik”

- Tidak ada yang salah dengan menjadi muda dan miskin

“Yang harus kamu tahu adalah bagaimana berinvestasi untuk meningkatkan kemampuanmu. Kamu harus memahami apa yang paling penting di hidupmu, di bagian mana kamu harus menginvestasikan waktu dan tenaga lebih banyak.”

“Hal-hal baik yang terjadi dalam hidup bisa direncanakan. Kebahagiaan bisa diatur. Kamu harus turun tangan untuk mengaturnya mulai dari sekarang”

Pernah baca dimana ya, kira2 isinya kalo mau usaha ya diwaktu muda, bukan di waktu tua, karena dengan memulai di waktu muda akan semakin banyak pengalaman yang kita punya.

Ganbatte! :D

Biar Pagi Hari Ngga Ribet

Ini aku rangkum dari rubrik "oh ternyata"  nya majalah AyahBunda edisi 09. Edisi 09 yang gw banget ini hehe special ngupas treat & trick for working mommas.

Nah yang aku comot ini halaman terakhir, kolom "oh ternyata", isinya tips-tips dari para emak2 yang bekerja tapi tetep bisa nyiapin ini itu nya si kecil di pagi hari tanpa riweuh :D Tiap-tiap emak beda2 tipsnya, tapi tetep ya semuanya bagus2 dan bisa kita ikutin,  here they are :

1. Membiasakan anak disiplin di pagi hari, mandi dan makan terjadwal.
2. Memilih menu makan yang simpel tapi bergizi, mudah dimasak dalam waktu yang singkat.
3. Buat menu selama seminggu, lalu merajang semua dimalam hari, jadi paginya tinggal masak.
4. Berbagi tugas dengan suami
5. Menyiapkan semua kebutuhan si kecil di malam hari.
6. Bangun lebih awal di pagi hari.

Naah, sekiaaan :)  mudah2an bermanfaat yah mamas...  :)

Karena Ukuran Kita Tak Sama

seperti sepatu yang kita pakai, tiap kaki memiliki ukurannya
memaksakan tapal kecil untuk telapak besar akan menyakiti
memaksakan sepatu besar untuk tapal kecil merepotkan
kaki-kaki yang nyaman dalam sepatunya akan berbaris rapi-rapi

Seorang lelaki tinggi besar berlari-lari di tengah padang. Siang itu, mentari seakan didekatkan hingga sejengkal. Pasir membara, ranting-ranting menyala dalam tiupan angin yang keras dan panas. Dan lelaki itu masih berlari-lari. Lelaki itu menutupi wajah dari pasir yang beterbangan dengan surbannya, mengejar dan menggiring seekor anak unta.

Di padang gembalaan tak jauh darinya, berdiri sebuah dangau pribadi berjendela. Sang pemilik, ’Utsman ibn ‘Affan, sedang beristirahat sambil melantun Al Quran, dengan menyanding air sejuk dan buah-buahan. Ketika melihat lelaki nan berlari-lari itu dan mengenalnya,

“Masya Allah” ’Utsman berseru, ”Bukankah itu Amirul Mukminin?!”

Ya, lelaki tinggi besar itu adalah ‘Umar ibn Al Khaththab.

”Ya Amirul Mukminin!” teriak ‘Utsman sekuat tenaga dari pintu dangaunya,

“Apa yang kau lakukan tengah angin ganas ini? Masuklah kemari!”

Dinding dangau di samping Utsman berderak keras diterpa angin yang deras.

”Seekor unta zakat terpisah dari kawanannya. Aku takut Allah akan menanyakannya padaku. Aku akan menangkapnya. Masuklah hai ‘Utsman!” ’Umar berteriak dari kejauhan. Suaranya bersiponggang menggema memenuhi lembah dan bukit di sekalian padang.

“Masuklah kemari!” seru ‘Utsman,“Akan kusuruh pembantuku menangkapnya untukmu!”.

”Tidak!”, balas ‘Umar, “Masuklah ‘Utsman! Masuklah!”

“Demi Allah, hai Amirul Mukminin, kemarilah, Insya Allah unta itu akan kita dapatkan kembali.“

“Tidak, ini tanggung jawabku. Masuklah engkau hai ‘Utsman, anginnya makin keras, badai pasirnya mengganas!”

Angin makin kencang membawa butiran pasir membara. ‘Utsman pun masuk dan menutup pintu dangaunya. Dia bersandar dibaliknya & bergumam,

”Demi Allah, benarlah Dia & RasulNya. Engkau memang bagai Musa. Seorang yang kuat lagi terpercaya.”

‘Umar memang bukan ‘Utsman. Pun juga sebaliknya. Mereka berbeda, dan masing-masing menjadi unik dengan watak khas yang dimiliki.

‘Umar, jagoan yang biasa bergulat di Ukazh, tumbuh di tengah bani Makhzum nan keras & bani Adi nan jantan, kini memimpin kaum mukminin. Sifat-sifat itu –keras, jantan, tegas, tanggungjawab & ringan tangan turun gelanggang – dibawa ‘Umar, menjadi ciri khas kepemimpinannya.

‘Utsman, lelaki pemalu, anak tersayang kabilahnya, datang dari keluarga bani ‘Umayyah yang kaya raya dan terbiasa hidup nyaman sentausa. ’Umar tahu itu. Maka tak dimintanya ‘Utsman ikut turun ke sengatan mentari bersamanya mengejar unta zakat yang melarikan diri. Tidak. Itu bukan kebiasaan ‘Utsman. Rasa malulah yang menjadi akhlaq cantiknya. Kehalusan budi perhiasannya. Kedermawanan yang jadi jiwanya. Andai ‘Utsman jadi menyuruh sahayanya mengejar unta zakat itu; sang budak pasti dibebaskan karena Allah & dibekalinya bertimbun dinar.

Itulah ‘Umar. Dan inilah ‘Utsman. Mereka berbeda.

Bagaimanapun, Anas ibn Malik bersaksi bahwa ‘Utsman berusaha keras meneladani sebagian perilaku mulia ‘Umar sejauh jangkauan dirinya. Hidup sederhana ketika menjabat sebagai Khalifah misalnya.

“Suatu hari aku melihat ‘Utsman berkhutbah di mimbar Nabi ShallaLlaahu ‘Alaihi wa Sallam di Masjid Nabawi,” kata Anas . “Aku menghitung tambalan di surban dan jubah ‘Utsman”, lanjut Anas, “Dan kutemukan tak kurang dari tiga puluh dua jahitan.”

Dalam Dekapan ukhuwah, kita punya ukuran-ukuran yang tak serupa. Kita memiliki latar belakang yang berlainan. Maka tindak utama yang harus kita punya adalah; jangan mengukur orang dengan baju kita sendiri, atau baju milik tokoh lain lagi.

Dalam dekapan ukhuwah setiap manusia tetaplah dirinya. Tak ada yang berhak memaksa sesamanya untuk menjadi sesiapa yang ada dalam angannya.

Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat tulus pada saudara yang sedang diberi amanah memimpin umat. Tetapi jangan membebani dengan cara membandingkan dia terus-menerus kepada ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz.

Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat pada saudara yang tengah diamanahi kekayaan. Tetapi jangan membebaninya dengan cara menyebut-nyebut selalu kisah berinfaqnya ‘Abdurrahman ibn ‘Auf.

Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat saudara yang dianugerahi ilmu. Tapi jangan membuatnya merasa berat dengan menuntutnya agar menjadi Zaid ibn Tsabit yang menguasai bahawa Ibrani dalam empat belas hari.

Sungguh tidak bijak menuntut seseorang untuk menjadi orang lain di zaman yang sama, apalagi menggugatnya agar tepat seperti tokoh lain pada masa yang berbeda. ‘Ali ibn Abi Thalib yang pernah diperlakukan begitu, punya jawaban yang telak dan lucu.

“Dulu di zaman khalifah Abu Bakar dan ‘Umar” kata lelaki kepada ‘Ali, “Keadaannya begitu tentram, damai dan penuh berkah. Mengapa di masa kekhalifahanmu, hai Amirul Mukminin, keadaanya begini kacau dan rusak?”

“Sebab,” kata ‘Ali sambil tersenyum, “Pada zaman Abu Bakar dan ‘Umar, rakyatnya seperti aku.
Adapun di zamanku ini, rakyatnya seperti kamu!”

Dalam dekapan ukhuwah, segala kecemerlangan generasi Salaf memang ada untuk kita teladani. Tetapi caranya bukan menuntut orang lain berperilaku seperti halnya Abu Bakar, ‘Umar, “Utsman atau ‘Ali.

Sebagaimana Nabi tidak meminta Sa’d ibn Abi Waqqash melakukan peran Abu Bakar, fahamilah dalam-dalam tiap pribadi. Selebihnya jadikanlah diri kita sebagai orang paling berhak meneladani mereka. Tuntutlah diri untuk berperilaku sebagaimana para salafush shalih dan sesudah itu tak perlu sakit hati jika kawan-kawan lain tak mengikuti.

Sebab teladan yang masih menuntut sesama untuk juga menjadi teladan, akan kehilangan makna keteladanan itu sendiri. Maka jadilah kita teladan yang sunyi dalam dekapan ukhuwah.

Ialah teladan yang memahami bahwa masing-masing hati memiliki kecenderungannya, masing-masing badan memiliki pakaiannya dan masing-masing kaki mempunyai sepatunya. Teladan yang tak bersyarat dan sunyi akan membawa damai. Dalam damai pula keteladannya akan menjadi ikutan sepanjang masa.

Selanjutnya, kita harus belajar untuk menerima bahwa sudut pandang orang lain adalah juga sudut pandang yang absah. Sebagai sesama mukmin, perbedaan dalam hal-hal bukan asasi
tak lagi terpisah sebagai “haq” dan “bathil”. Istilah yang tepat adalah “shawab” dan “khatha”.

Tempaan pengalaman yang tak serupa akan membuatnya lebih berlainan lagi antara satu dengan yang lain.

Seyakin-yakinnya kita dengan apa yang kita pahami, itu tidak seharusnya membuat kita terbutakan dari kebenaran yang lebih bercahaya.

Imam Asy Syafi’i pernah menyatakan hal ini dengan indah. “Pendapatku ini benar,” ujar beliau,”Tetapi mungkin mengandung kesalahan. Adapun pendapat orang lain itu salah, namun bisa jadi mengandung kebenaran.”

by : Salim A. Fillah

Source : http://salimafillah.com/karena-ukuran-kita-tak-sama/

Balon Warna Hitam

Kisah Tentang Balon Warna Hitam. Seorang anak yang berkulit lebih gelap dan sedikit hitam di banding teman-teman sebayanya, suatu hari memprotes sang ayah. Ia merasa minder dan tak percaya diri. Ia merasa teman-temannya yang berkulit terang dan lebih putih, lebih unggul, lebih pintar dan lebih pandai dari dirinya, kulit gelap dan kulit terang, warna putih dan warna hitam, telah membuatnya tak merasa sempurna.

Lalu sang ayah mengajaknya ke sebuah pasar, tempat banyak orang menjajakan barang, termasuk seorang penjual balon yang sedang memompa dagangannya.  Ia memompa balon biru, ketika seorang datang membeli, lalu melepaskannya dan balon biru terbang tinggi ke angkasa. Semua orang berseru dan bertepuk tangan gembira. Kemudian ia memompa balon warna merah, untuk seorang anak yang datang dan membelinya, lalu sang anak melepaskannya ke udara, balon merah terbang tinggi ke angkasa. Lalu semua orang berseru dan bertepuk tangan gembira.

Berwarna-warni balon dibeli dan diterbangkan, mengangkasa tinggi, mungkin tak kembali lagi, lalu seorang anak berkulit gelap mendatangi penjual balon dan bertanya. Nadanya sedih, matanya berkaca-kaca. “Pak, apakah balon hitam tak bisa terbang? Apakah balon berwarna hitam seperti balon lainnya yang terbang tinggi ke angkasa?” tanyanya dengan kesedihan membias di wajah.

“Oh, bukan warna yang membuatnya terbang tinggi,” kata sang penjual sambil mencari balon warna hitam. Sang penjual pun lalu dipompanya. Balon hitam pun mengembang, semakin besar, bahkan lebih besar dari balon biru, balon merah dan balon-balon sebelumnya. Setelah mengikat balon, sang penjual memberikannya sebagai hadiah. Lalu anak berkulit gelap itu memegang balon berwarna hitam, kemudian ia melepaskannya ke udara. Balon hitam pun terbang tinggi, tinggi sekali.

“Kini kau tahu, bukan warna yang membuat balon terbang tinggi, tapi isinya,” kata sang ayah yang diam-diam telah memberi uang pada penjual balon sebelumnya. Kini sang anak tahu, bukan kulit gelap atau kulit putih, bukan rambut ikal atau pirang, bukan pula tubuh pendek atau tinggi yang membuatnya berprestasi, tapi isinya. Isinya!

Source : http://penerang.com/2011/03/29/kisah-tentang-balon-warna-hitam/

You are What You Write.

Tulisan kita adalah kenangan. Tulisan kita akan selalu ada bahkan selepas kepergian kita. Alangkah beruntungnya bila kita terbiasa menuliskan kebaikan, sebab kenangan itulah yang akan terbaca. Apa jadinya jika yang mampu kita tuliskan hanyalah hal-hal buruk? Maka itulah kenangan kita.

Segala tulisan yang kita tuangkan dalam kertas, atau dalam lembaran-lembaran digital, bukanlah sesuatu yang hanya bisa dinikmati hari ini. Bukan lepas tertuliskan, lantas menguap begitu saja. Segala tulisan kita akan tetap ditempatnya, menunggu untuk dibaca, bukan hanya hari ini, tapi esok dan esok lagi.

Tulisan adalah jariyah. Jika kita memilih untuk menulis – apapun dan dimanapun –, maka pastikan jariyah kita berbuah pahala, dengan menuliskan kebaikan. Jika kita tak mampu menulis yang baik-baik, maka lebih baik tak menuliskan apapun, sebab dosa pun bisa jadi jariyah dan membangkrutkan kita sebangkrut-bangkrutnya.

Setiap hari, kita tak lepas dari tulisan. Dan tulisan yang paling banyak ditulis saat ini adalah tulisan tulisan singkat di social media. Namun Tulisan-tulisan yang singkat dan tampak tak berarti pun mungkin dapat membangkrutkan kita, jika kita memberinya warna yang salah.

Maka sungguh beruntung orang-orang yang menuliskan kebaikan, gagasan-gagasan yang mampu menginspirasi hingga hari akhir. Sungguh senang jika pahala terus melimpah, sebab orang lain berbuat kebaikan dengan asbab tulisan kita, sementara kita menunggu di dalam barzakh.

Alangkah menyenangkannya jika pembaca tulisan kita menyebarkan kebaikan yang pernah kita tuliskan, menuliskannya kembali, lantas orang-orang berbondong-bondong berebut pahala, lagi-lagi sebab tulisan kita.

Dan tentu saja ada orang-orang yang sedang dalam kebangkrutan parah di alam barzakh. Sebab pemikirannya, gagasannya, tulisannya yang menyeru kepada kejahilan disebarkan dengan penuh kebahagiaan oleh pengikut-pengikutnya.

dirangkum dari tulisan Pak Rizky Mukhlisin, berjudul Facebook Sang Tembok Ratapan http://www.fimadani.com/menuliskan-jariyah/

Status 1 vs Status 2 vs Status 3 dst…

Status mu harimau mu. Karena tulisan perwakilan hati dan mulut. Perkara status versus status ini dulu pernah dibahas oleh salah satu rekan saya sesama multiplier, Om Anes (http://aneshusen.multiply.com). Om Anes mengkodefisikannya menjadi Kijang 1 vs Kijang 2 vs Kijang 3 dll. Tafsir dari kode ini adalah :


Ketika Kijang 1 “merasa” tersindir dengan status/quicknote/journal yang diposting oleh Kijang 2, maka Kijang 1 “membalas” membuat status/quicknote/journal yang bertujuan untuk menyindir Kijang 2. Eh ternyata saudara-saudara yang tersindir bukan hanya kijang 2, tetapi kijang 3 dan kijang 4 yang entah darimana asalnya ikut tersindir. Kijang 2, 3, 4 pun berbuat hal yang sama seperti kijang 1. Dan ternyata lagi saudara-saudara, yang tersindir malah kijang 5, 6, 7, dan 8. Akhirnya makin banyak kijang-kijang yang bertebaran di dunia maya.


Itu tafsir bebas. Ini hal nyata. Dulu banget, saya juga pernah melakukan kesalahan yang sama. Saya pernah posting quicknote yang isinya keluhan tentang contact Facebook saya yang berbalas  status dengan pasangannya, sampai satu komplek facebook tau kalau mereka lagi berantem, padahal itu aib keluarga mereka. Ujug-ujug saya bukan menyelesaikan masalah, karena ternyata justru contact saya di Multiply yang tersinggung.


Tentu saja masalahnya di saya. Kalau niat menyelesaikan ya tegur langsung dengan cara yang baik pada yang bersangkutan. Lagian masalahnya di Facebook kenapa saya ngepostnya di Multiply coba (sumpah saya nyesel banget). Akhirnya cuti dari Multiply.


Tidak sekali. Dulu-dulu pernah juga saya ngepost status yang inti isinya : “if you feel uncomfort with me, please remove me from your friendlist.” Terakhir-akhir yang message ke inbox banyak Sampai seorang teman saya ngomong : “It’s just not like you at all, Ra.” Tobat.


Dan tak jarang pula perkara “status” akhirnya malah membongkar aib sendiri. Merasa ini, adukan kesini, yang disana merasa, buat status yang sama, yang kesinggung beda, adukannya ke yang lain pula, bidikan utama yang ingin disinggung malah tak merasa apa-apa. Jyah! Panjang :D Masalah bertambah. Baiknya seorang Muslim jika tidak bisa berkata yang baik, maka diam adalah yang terbaik.


Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam…………” (hr. Bukhari - Muslim)


Jadi tak heran lahir “pribahasa” Status mu adalah harimau mu. Karena efeknya mewabah. Oleh karena itu, ada baiknya hindari menulis status pada saat pikiran kita kusut atau sedang marah dan kesal pada seseorang, apalagi jika itu pasangan kita. Karena hal yang sangat mengkhawatirkan jika seseorang lebih nyaman mengkomunikasikan masalah keluarga pada facebook ketimbang dengan pasangannya sendiri.


Tips lain yang saya dapat dari salah seorang Penulis adalah, hidden his/her post. Ini saya lakukan kalau postingan seseorang sudah sangat mengganggu, atau mayoritas postingan isinya keluhan. Mengeluh tidak menyelesaikan masalah. Sebaiknya kita juga menghindari menulis “status atau note-note yang tidak punya penyelesaian”. Apa itu?


Ini contoh : “Rambut kok diwarna-warnain kaya’ gulali.”


Ada baiknya yang kita posting adalah sebuah tulisan pencerahan yang bisa berisi efek rambut diwarnain, atau seperti apa mewarnai rambut yang diperbolehkan. Yang baca juga tercerahkan, minimal kita sudah menyampaikan. Kadang maksud hati menyindir yang diluar, ujung-ujungnya yang didalam tersinggung semua. Kan kita tidak tau latar belakang seluruh contact kita. Status sesingkat itu tidak menjelaskan apa-apa kecuali cibiran kita saja.


“Orang yang berakal seharusnya lebih banyak mempergunakan kedua telinganya daripada mulutnya.” (Imam Abu Hatim Ibnu Hibban Al-Busti, Kitab Raudhah Al-‘Uqala wa Nazhah Al-Fudhala hal. 47)


Seseorang dapat dilihat dari lisan nya. –‘Ali bin Abi Thalib


Allahu a’lam bish showab. Sile kalau mau ditambah atau dikurang. Semoga menjadi pengingat untuk kita bersama


*btw akhirnya saya nulis lagiii, dengan status baru, a wife, hehe….


ujung perbatasan, 25 Juli 2011


http://rabytah.multiply.com/journal/item/119

“Kamu selama ini ngapain aja?”

Yoyoh Yusroh, anggota DPR dari PKS, bercerita kepada Mahasiswa Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Universitas Indonesia bahwa dia pernah bertemu dengan Ummu Mus’ab dan Ummu Hamzah, wanita Palestina.

Hari Sabtu 9 Januari lalu, dia bercerita pernah ditanya oleh salah satu wanita Palestina itu. “Anak saya 13 orang,” jawab Yoyoh. “Hah tiga belas,” bisik para aktifis LDK yang kaget mendengar jumlah tersebut. Kedua wanita Palestina itu biasa saja mendengar jawaban Yoyoh. “Karena anak mereka minimal 14 orang,” kata Yoyoh yang membuat para mahasiswa semakin kaget lagi.

Pertanyaan kedua muncul untuk Ibu anggota DPR ini. “Kamu hafal al-Qur’an?” tanya Ummu Mus’ab. “Belum sampai 20 juz,” jawabnya. Kemudian ditanya lagi berapa usianya. Yoyoh menjawab 41 tahun. “Kamu selama ini ngapain aja?” tanya Ummu Mus’ab. [erdy]

dari Kolom Silaturahim Majalah SABILI No.14 TH. XVI 3 Shafar 1430

http://rabytah.multiply.com/journal/item/81